Jumat, 28 September 2012

BALIDWIPAMANDALA



BAB I
PENDAHULUAN
Tidak hanya kerajaan di pulau Jawa yaitu Majapahit dan lain sebagainya, di Balipun juga terdapat kerajaan – kerajaan yang cukup terkenal , pada zaman dahulu berdiri pula beberapa kerajaan di Bali. Setiap kerajaan memiliki kisah dan sejarahnya sendiri. Kerajaan di Bali antara lain kerajaan Bali Kuno, kerajaan Buleleng, kerajaan Karangasem dan sebagainya. Kerajaan di Bali memiliki nama yang kemudian menjadi nama kabupaten atau daerahnya saat ini.Kerajaan tertua di Bali adalah kerajaan Bali kuno yang berdiri sekitar abad 900 M. Sejarah kerajaan ini dapat diketahui dari peninggalan prasasti di desa Blanjong, sebuah prasasti tertua Bali dan dari kitab sejarah dinasti Tang disebutkan tentang kerajaan Bali. Pusat kerajaannya terletak di Singhamandawa. Raja pertama yakni Sri Ugranesa. Hal yang menarik adalah mengenai runtuhnya kerajaan Bali ini. Keruntuhan terjadi karena patih saktinya yang bernama Kebo Iwa berhasil ditaklukkan oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit.








BAB II
PEMBAHASAN
 Momentum Emas 800 Bangli, 11 Abad Singhamandawa (16)
Jejak sejarah Bangli dalam rentang 800 tahun, dari masa sebelum Italia di belahan dunia Barat memfajarkan cakrawala Renaisan hingga paro awal abad ke-21 sekaligus milenium ke-3 ini, tiada ubahnya dengan perjalanan pulang menuju pusat sekaligus hulu jantung Bali. Posisi Bangli dengan kawasan situs Cintamani-Kintamani, Batur, begitu sentral dan strategis, memang, dalam keutuhmenyeluruhan kosmologi Bali sebagai satu kesatuan pulau alit yang dikelilingi lautan.
Dalam peta kesejarahan Bali, kawasan situs Cintamani-Kintamani, Batur, bahkan telah tercatat otentik ada sejak prasasti — sebagai pertanda peradaban keberaksaraan — pertama ditemukan di Sukawana berangka tahun 804 Saka (882 M). Ditambah dengan temuan prasasti Pura Kehen, Bangli, yang sejauh ini diakui para ahli efigrafi dan paleografi Bali sebagai contoh otentik aksara Bali Kuno tertua sekaligus suratannya terindah, maka lengkap sempurnalah gumi Bangli sebagai sumber mata-air bagi alir peradaban air maupun peradaban aksara gumi Bali. Di bawah ini akan di uraikan kerajaan yang pernah ada di Bali.[1] :
1.     Kerajaan – kerajaan di Bali
a)      Kerajaan Singhamandawa
Selain prasasti – prasasti yang berbahasa sansekerta dan cap tanah liat berisi mantra- mantra agama Budha, kita jumpai pula beberapa buah prasasti yang mengunakan bahasa Bali kuno. Prasasti – prasasti ini mengunakan tanggalan dan juga angka tahun, tetapi tidak mengeluarkan nama – nama raja yang mengeluarkan prasasti tersebut, jumlah yang di ketemukan tujuh buah dan angka tahun antara 804 S – 836 S prasasti ini di namakan tipe yumu pakatahu . Selanjutnya bahwa perintah (ajna) di turunkan di panglapuan di Singhamandawa. Selain itu juga ada delapan prasasti tipe yumu pakatahu  yang menyebut nama Sang  Ratu  Sri Ugrasena  dan juga menyebut Panglapuan di Singhamandawa, prasasti dari Raja Ugrasena itu berangka tahun 837 – 836 S, salah satu dari prasasti ini adalah prasasti julah(837 S) menyebutkan Samahanda Senopati di Panglapuan, panglapuan di Brsabha dan di Baranasi. Di mana letak Singhamandawa sampai sekarang belum di ketahui letaknya, mungkin letak Singhamandawa ini terletak di antara Kintamani (Danau Batur) dan pantai Sanur. Yaitu kira – kira di daerah Tanpak siring dan Pejeng atau aliran sungai Patanu dan Pakarisan Menurut beberapa orang tua yang sering membaca banyak kitab – kitab lontar mengatakan bahwa Singhamandawa terletak di desa Pejeng sekarang, namun pendapat tersebut hanya perkiraan saja yang belum dapat di buktikan kebenarannya. Perlu di tambah di sini bahwa nama Singhamandawa mengandung unsur perkataan singha (singa) dan Mandawa?. Selanjutnya nama Brsabha (wrsabha) berarti lembu jantan dan Baranasi (waransi) berasal dari nama kota yang terkenal di India. Di Bali sekarang banyak nama yang berunsur dari kata singa yaitu Singaraja di pantai utara Bali dan dua buah desa yang terdapat di Gianyar, yaitu Singapadu dan Singakerta.
v   Prasasti – prasasti yang di temukan di Singhamandawa.
·         Prasasti berangka tahun 804 S/882 M yang berisi antara lain: Perintah( syuruhku) pada senopati Danda, Kumpi marodaya dan tiga orang bhiksu supaya membangun pertapaan dan pesangrahan di daerah perburuan di bukit Cintami.
·         Prasasti berangka tahun 818 S/896 M yang berisi antara lain: Tentang perintah pemberian izin kepada nayakan praddana kumpi ugra dan bhiksu Widyaruwana agar membangu sebuah kuil untuk Hyang Api di desa Banwa Bharu.
·         Prasasti berangka tahun 833 S/911 M yang berisi antara lain: Tentang pemberian izin kepada penduduk desa Turunan untuk membangun kuil bagi Bhatara Da Tonta.
·         Prasasti selanjutnya berangka tahun 833 S/911 N, isinya antara lain: Isinya bagian permulaan sama dengan prasasti di desa Turunan, selanjutnya di atur juga perihal orang desa Air Rawang yang tinggal di daerah desa Turunan di sebelah timur teluk danau Batur yang biasa di sebut sekarang.
·         Prasasti berangka tahun 836 S/914 M, yang berisi antara lain: Pemberian izin kepada kuil Ida Hyang di bukit tunggal paradyan Indrapura di desa Air Tabar.
·         Prasasti lainnya juga berasal dari panglapuan Singhamandawa, namun tidak berangka tahun, yang isinya antara lain: Memberi izin kepada Bhiksu Siwarudra, Anantasukma, dan Prabawa serta kepada penduduk di Simpatbunut di bawah perintah kehutanan supaya mendirikaan kuil di Hyang Karimama yang di hubungkan dengan kuil Hyang Api.
Babarapa keterangan – keterangan prasasti tersebut bahwa di pulau Bali sekitar abad ke-8 M telah ada kerajaan yang pemerintahannya berada di Singhamandawa, siapa nama raja yang memerintah tidak di ketahui, kecuali beberapa orang pejabat tinggi pemerintah yang di sebut dalam prasasti seperti Senapati danda, Manuratang ajna, Nayakan makarun, Ser panghurwan.
Tetapi beberapa buah prasasti yang berangka tahun 837 S – 888 S ada yang menyebutkan nama raja Ugrasena dan menyebut Panglapuan di Singhamandawa, prasasti ini juga tergolong tipe yumu paka tahu, karena itu dapat di pastikan bahwa Sri Ugrasena seorang raja yang pernah berkuasa di Bali dengan pusat pemerintahan di Singhamandawa.
Ø  Prasasti pertama berangka tahun 837 S/915 M, yang berisi antara lain: Tentang desa Sandungan yang di tetapkan berda di bawah pengawasan kepala kehutanan.
Ø  Prasasti kedua berangka tahun 839 S/917 M, yang berisi antara lain: Sang Ratu Sri Ugrasena, di katakana bahwa raja pergi ke desa Buwunan.
Ø  Prasasti yang berangka tahun 846 S/924 M, yang berisi antara lain: Pembebasan penduduk Kudungan dan Silihan yang semula memikul beban berat kerja rodi di bawah pemerintahan Ser (pemimpin).
Ø  Prasasti yang berangka tahun 855 S/933 M, yang berisi antara lain: Desa Haran yang di izinkan mendirikan pesangrahan dan kuil Hyang Api di Manasa dan Batuan.
Ø  Prasasti yang berangka tahun 857 S/935 M, yang berisi antara lain: Penduduk desa Percanigayan yang di izinkan membangun pesanggrahan di kuil Hyang Api.
Ø  Prasasti berangka tahun 864 S/942 M, yang isinya sama dengan prasasti di atasnya.
Ø  Prasasti tembaga yang berangka tahun 888 S/966 M, tahun ini agak permaisurinya Sri Subadrika Darmadewi. Demikian isi singkat prasasti Bali kuno yang menyebutkan pusat pemerintahan.
b)      Wangsa Warmmadewa
Nama ini mulai muncul sejak tahun 835 S, keterangan ini di peroleh dari tiga buah prasasti batu berbentuk tugu atau pilar yang di pahat berbentuk melingkar. Ketiga prasasti tersebut menyebutkan nama Raja Sri Kesariwarmmadwa. Setelah itu di temukan nama seorang raja lain yang bernama Jana sadhu Warmmadewa memerintah pada tahun 897 S.
Pada tahun 905 S, muncul seorang raja perempuan bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, menurut Van stein ratu ini mungkin puteri dari kerajaan Sriwijaya di Sumatera, atau adanya perluasan wilayah kekuasaan Sriwijaya ke Bali.
Kemudian muncul lagi raja yang bernama Dharma Uda ya Warmadewa ia memerintah bersama dengan permaisurinya yang di sebut Gunapriya Dharmapatni seorang puteri dari Jawa Timur. Berdasarkan prasasti yang di temukan Dapat di duga bahwa Gunapriya mangkat antara tahun 932 S, sedangkan Udaya mangkat pada tahun 933 S, di atas di dasarkan prasasti Air Hawang. Dari perkawinannya Udaya dan Gunapriya memiliki beberapa putra yang di antaranya adalah Airlangga yang lahir pada tahun 922 S di Bali. Dan masih punya anak muda satu lagi yaitu bernama Marakatapangkaja dan Anak wungsu, mereka lahir di antara tahun 923 S. karena Airlangga tidak pernah memerintah di Bali, maka pengganti kedua orangtuanya adalah Dharmawangsawardhana Marakatapangkaja Sthanotuggadewa.
c)    Wangsa lainnya di Bali
Setelah pemerintahan Sri walaprabu, kemudian muncul ratu putri bernama Paduka Sri Maharaja Srisakalendukirana Isana Gunadharma Laksmidara Wijayotunggadewi. Sejak zaman Jayasakti di pulau Bali memerintah beberapa orang raja yang menggunakan unsur nama Jaya, seperti halnya dengan raja Jayabaya di kadiri bagaimana hubungan antara raja – raja Bali dengan Jawa blom di ketahui dengan jelas.
Jayasakti di ganti oleh raja Ragajaya. Ia memerintah pada tahun 1077 S, berapa tahun ia memerintah tidak dapat di ketahui dengan pasti karena sampai sekarang hanya satu prasasti yang menyebutkan Ragajaya.
Dari sumber sejarah yang tidak kurang penting, yaitu kitab Usana Bali (abad XVI M) di sebut juga nama raja Jayapangkus yang memerintah setelah raja Jayakasunu, tetaapi nama raja Jayakusunu belum pernah di jumpai dalam prasasti, senaliknya raja Jayapangkus, Ragajaya keduanya tidak di kenal dalam cerita tradisi.
Prasasti Jayapangkus yang tersimpan di kerobokan menyebut nama raja – raja bersama permaisurinya, tidak lama setelah Jayapangkus meninggal kedudukannya di ganti oleh raja yang bernama Sri Maharaja Haji Ekajayalancana ia memerintah bersama – sama ibunya. Empat tahun kemudian muncul raja bernama Bhatara Guru Sri Adikuntikentana. Pada tahun 1246 S muncul seorang raja lagi bernama Paduka Bhatara Guru, oleh Goris raja ini di sebut Bhatara Guru II, Ia si sebut bersama – sama dengan anaknya bernama Sri Tarunajaya. Kemudian pada tahun 1259 S yang memerintah di Bali adalah raja Paduka Bhatara Sri  Astatura Ratna Bumi Banten. Ratna ini adalah raja bali yang terakhir enam tahun setelah Gajah Mada berhasil menaklukan Bali.[2]
2.     Struktur pemerintahan
a.       Para Senapati
Untuk mengetahui susunan pemerintahan yang ada di Bali pada masa lampau, peneliti banyak mengalami kesukaran, hal ini karena tidak semua raja yang memerintah di bali meninggalkan keterangan. Untuk mengatasi hal ini maka di sini akan di coba mengambarkan susunan pemerintahan yang ada di Bali. Dalam pemerintaha raja mereka di bantu oleh suatu badan penasihat pusat, dalam prasasti tertua 804 S – 836 S, badan itu di sebut panglapuan, somahanda senopati di panglapuan, pasamaksa dan palapakna. Menurut Goris para senapati dapat dibandingkan dengan senapati pada zaman kerajaan Gelgel dan Klungkung, selain itu senapati juga berkuasa sebagai hakim di daerahnya, serta sebagai hulubalang. Selanjutnya pada masa Adipati Sri Kesari Warmadewa susunan pemerintahan bahwa panglapuan sudah tidak di Singhamandawa melainkan di Singhadwala.
Lebih lanjut di dalam pemerintahan Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi mulai muncul jabatan baru yaitu senapati Dalmbunut dan Warasani. Di samping itu ada senapati lagi yaitu Warsabha, Digangga, dan Sarbwa.
Pada zaman pemerintahan Gunapriyadharmapatni dan Udaya, Badan penasehat pusat di sebut dengan Senapati Ser nayaka di pasamaksa palapknan makasupratibaddha atau Sang Senapati Ser Nayaka ring pasamaksa palapknan makabehan, badan ini beranggota Mpungku Sogata Maheswara dan para Senapati.
Suatu masa pemerintahan raja Maratapangkaja yang menghasilkan beberapa buah prasasti yang di dalamnya tercatat beberapa senapati di antaranya Senapati Balmbunut:Mpu Wijnana, Senapati Diganga: Pu Kandara, Senapati Tunggalan: Mpu Gosaya, Senapati Pinatih: Mpu Gupir, dan Senapati Kuturan: Mapanji Putuputu.
Pada zaman Jayasakti Senapatinya adalah Senapati Dinganga: Mpu Kahaji, Senapati Sarbwa: Mpu Anggatanding, Senapati Miriningin: Mpu Singhasarana.  Sedangkan pada masa raja Jagajaya Senapatinya adalah Senapati Balmbunut: Mpu Tamajarah, Senapati Dinganga: Mpu Kahaji, Senapati Sarbwa: Mpu Curigaraja, dan Senapati Miniring: Mpu Wasangsara. Akhirnya zaman raja Jayapangkus adalah Senapti Balmbunut: Mpu Anakas, Senapati Dinganga: Mpu Udasena, Senapati Sarbwa: Mpu Singsih, dan Senapati Miniring: Mpu Amulurung.
b.      Para Pendeta Siwa dan Buddha
Golongan ke dua yaitu para pendeta, yang di dalam prasasti di sebut Bhiksu, di dalam prasasti golongan pendeta agama Siwa disebut dengan gelar Dang Acaryya, sedangkan golongan pendeta agama Buddha dengan gelar Dang Upadhyaya. Sewaktu pemerintahan raja Jayagaya dan Jayapangkus jumlah Dang Acaryya juga lebih besar. Prasasti dari raja Jayagaya menyebutkan ada 16 orang Dang Acaryya dan 5 orang Dang Upadhyaya.
Selain itu pada masa pemerintahan Anakwungsu para pendeta besar baik agama Siwa maupun agama Buddha dan pengganti – penggantinya di sebut juga sebagai Mpungku. Seperti halnya para Senapati para pendetapun mengalami masa pergantian kedudukan contohnya pada raja AnakWungsu.[3]
3.     Struktur Masyarakat
v  Golongan Masyarakat
Struktur Masyarakat di Bali sangat sulit di ketahui karena kurangnya bahan – bahan untuk penelitian, namun ada beberapa hal yang penting yang menyangkut struktur masyarakat di Bali pada masa lampau di antaranya:
·      Pembagian golongan di dalam masyarakat,
Sewaktu pemerintahan Anakwungsu masyarakat di bagi menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan Carut Warna dan luar kasta atau budak.
·      Pembagian warisan,
Pembagian warisan di Bali mirip dengan di Jawa yaitu laki – laki mendapat bagian lebih besar dari pada perempuan.
·      Kesenian,
Di dalam prasasti – prasasti sebelum Anakwungsu di sebut beberapa seni yang ada pada waktu itu, kemudian pada masa Anakwungsu ada dua kelompok seni yaitu seni kraton dan seni rakyat. Pada masa pemerintahan Gunapriya dan Udaya seni tonton juga sudah di bedakan menjadi dua yaitu seni kraton dan seni rakyat(keliling).
·      Agama dan kepercayaan.
Dalam bidang agama masyarakat Bali sebelum agama Hindhu dan Siwa datang kepercayaan mereka Animisme, kemudian setelah agama Budha dan Siwa datang para raja dan masyarakat memeluk agama tersebut bahkan sampai sekarang pemeluk agama Budha terbesar di Indonesia adalah di Bali.
v  Perekonomian Rakyat
Umumnya masyarakat Bali sejak zaman dahulu hidup bercocok tanam, hal ini dapat di ketahui dalam prasasti - prasasti yang menyebut sawah, lading, kebun, lading daerah gunung dan pengairan sawah. Pengolahan sawah khususnya mendapat pengolahan yang lebih seperti halnya sekarang. Selain bercocok tanam mereka juga memlihara binatang ternak seperti: itik, kambing, sapi, anjing, kuda dan kerbau


BAB III                       
KESIMPULAN
Dari pemaparan yang singkat ini dapat di ambil beberapa kesimpulan diantaranya bahwasannya pada masa Kerajaan di Bali sumber – sumber sejarah yang di dapat kurang begitu jelas sehingga para sejarawan kesulitan dalam pencarian keterangan tentang kerajaan – kerajaan yang ada di Bali. Keterangan yang di dapat dari prasasti – prasasti seperti pada masa kerajaan Singhamandawa di temukan tujuh buah prasasti, di antaranya prasasti yang berangka tahun 818 S dll. Kerajaan Wangsa warmmadewa di temukan tiga buah prasasti diantaranya prasasti yang berangka tahun 905 S dll. Struktur pemerintahan kerajaan Bali di kenal adanya para Senapati dan pendeta(Bhiksu). Struktur masyarakat adanya penggolongan dalam masyarakat, pembagian warisan, kesenian dan agama atau kepercayaan, ekonomi masyarakat pada saat itu adalah masyarakat hidup bercocok tanam dan memelihara binatang.


DAFTAR PUSTAKA
Pusponegoro,Marwati Joened. Marwati Djoened. Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia II. 1997.Jakarta: Balai Pusataka.
Wikipedia. Tentang Balidwipamandala. (tanggal 7 april 2012. Jam 08 : 30 wib).








[1] Wikipedia. Tentang Balidwipamandala. (tanggal 7 april 2012.  jam 08 : 30 wib).
[2] Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia jilid II.
[3] Ibid.

1 komentar:

  1. Casino 2021 Live Dealer Roulette Tables in NY
    In-depth review of 제주도 출장샵 a live 오산 출장마사지 dealer roulette 충청남도 출장샵 table in 밀양 출장샵 NY. Includes live dealer roulette tables, plus a review of the casinos' roulette 원주 출장마사지 tables,

    BalasHapus